Perpustakaan Ibnul Qoyyim Putra

Perpustakaan Ibnul Qoyyim Putra
Logo Perpustakaan

Perpustakaan

Surganya para pecinta buku, tempat menambah wawasan, membuka jendela dunia, tempat berbagi pengalaman, dan tempat having fun.

Dengan blog ini, kami mencoba berbagi pengetahuan dan pengalaman-pengalaman menarik yang kami alami di perpustakaan.

So, read it and find it out!! :D

Minggu, 13 Mei 2012

Hukum Onani (Mansturbasi)


PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang sanagat menjunjung tinggi moral dan kesucian pengikutnya, Islam sangat melarang keras semua jenis perbuatan yang berhubungan dengan zina, dalam makalah kali ini penulis akan mencoba membahas mengenai persoalan yang saat ini tengah marak dilakukan dikalangan pemuda/pemudi Indonesia atau kususnya kaum muslimin itu sendiri, persoalan yang dimaksud tersebut yaitu onani/masturbasi, yaitu mengeluarkan mani dengan tangan sendiri dengan maksud mencari kenikmatan untuk dirinya.

Penulis akan mencoba membahas mengenai hukum dari onani/masturbasi tersebut, bagaimana kadar dosanya serta bagaimana pandangan ulama-ulama muslim mengenai hal tersebut beserta dalil yang menyebutkan tentang hukum onani tersebut.
Semoga makalah yang kami buat dapat menambah pengetahuan kita mengenai persoalan yang tengah marak dikalangan pemuda muslim pada zaman sekarang ini dan semoga dapat diambil pelajaran dan dapat memberikan hikmah bagi yang membaca makalah ini.

A.    Makna dan Asal Mula Onani.

Istilah onani sendiri, berasal dari kata Onan, salah seorang anak dari Judas, cucu dari Jacob. Dalam salah satu cerita di Injil, diceritakan bahwa Onan disuruh oleh ayahnya (Judas) untuk bersetubuh dengan istri kakaknya. Namun Onan tidak bisa melakukannya sehingga saat mencapai puncaknya, dia membuang spermanya (mani) di luar (di kemudian hari tindakan ini dikenal dengan istilah azl (dalam bahasa Arab) atau coitus interruptus (dalam istilah kedokterannya). Dari cerita Onan ini terdapat dua versi. Ada yang berpendapat bahwa Onan berhubungan badan dengan istri kakaknya lalu membuang maninya di luar. Dan ada juga yang menyebutkan bahwa Onan tidak menyetubuhi istri kakaknya, melainkan ia melakukan pemuasan diri sendiri (coli) karena ketidakberaniannya untuk menyetubuhi sedangkan birahi di dada semakin memuncak. Sehingga dari perbuatan Onan ini lahirlah istilah onani sebagai penisbahan terhadap perbuatannya.




B.     Onani dalam Pandangan Islam.
·         Haram Karena Istimta’
Onani atau masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah SWT halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita.
Bila kita membaca buku-buku fiqh dan fatawa para ulama, akan dijumpai bahwa mayoritas ulama seperti Syafi'i, Maliki, Ibnu Taimiyah, Bin Baz, Yusuf Qardhawi dan lainnya mengharamkannya, dengan menggunakan dalil firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
الَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾
  • "Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa berkehendak selain dari yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas."  (QS. Al-Mu'minun: 5-7)
Ayat ini menerangkan bahwa seseorang yang menjaga kehormatan diri hanya akan melakukan hubungan seksual bersama isteri-isterinya atau hamba-hambanya yang sudah dinikahi. Hubungan seksual seperti ini adalah suatu perbuatan yang baik, tidak tercela di sisi agama. Akan tetapi jikalau seseorang itu mencoba mencari kepuasan seksual dengan cara-cara selain bersama pasangannya yang sah, seperti zina, pelacuran, onani atau persetubuhan dengan binatang, maka itu dipandang sebagai sesuatu yang melampaui batas dan salah lagi berdosa besar, karena melakukannya bukan pada tempatnya. Demikian ringkas penerangan Imam Syafi’i dan Imam Malik apabila mereka ditanya mengenai hukum onani.

Jadi, istimta’  apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan (hamba sahaya), maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi SAW telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.
Selain ayat di atas, para ulama juga menggunakan dalil dari hadits Nabi SAW:
 يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ﴾
  • "Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya." (HR. Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud)
Pada hadits tadi Rasulullah SAW menyebutkan dua hal, yaitu:
Pertama, Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua, Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syaithan.
Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apa pun menurut Jumhur Ulama.
·         Onani, Kebiasaan yang Tersembunyi
Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar. Karena onani sama halnya dengan azl. Hal ini disamakan karena zl dan onani mempunyai kesamaan yaitu membuang mani. Dan Rasulullah telah menjelaskan bahwasannya azl itu di larang karena hal itu adalah pembunuhan terselubung (tersembunyi). Sebagaimana Hadits beliau:
وعن جدامة بنت وهب أخت عكاشة قالت: حضرت رسول الله صلى الله عليه وسلم في أناس وهو يقول:لقد هممت أن أنهى عن الغيلة فنظرت في الروم وفارس فإذا هم يغيلون أولادهم فلا يضر أولادهم ذلك شيئا.ثم سألوه عن العزل ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذلك الوأد الخفي. (رواه مسلم)
Adapun masturbasi/onani dengan tangan sendiri atau semacamnya (bukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh dari istri atau budak wanita yang dimiliki), terdapat silang pendapat di kalangan ulama. Yang benar adalah pendapat yang menyatakan haram. Hal ini berdasarkan keumuman ayat 5-7 dari surat Al-Mu’minun dan ayat 29-31 dari surat Al-Ma’arij. Onani termasuk dalam keumuman mencari kenikmatan syahwat yang haram, karena melampaui batas syariat yang dihalalkan, yaitu kenikmatan syahwat antara suami istri atau tuan dengan budak wanitanya.
Sifat onani yang paling parah dan tidak ada seorang pun yang menghalalkannya adalah seperti kata Syaikhul Islam dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat/mengkhayalkan (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram. Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula selain beliau. Bahkan sebagian ulama mengharuskan hukum hadd bagi pelakunya.” 
Penetapan hukum hadd dalam hal ini semata-mata ijtihad sebagian ulama mengqiyaskannya dengan zina. Namun tentu saja berbeda antara onani dengan zina sehingga tidak bisa disamakan. Karena zina adalah memasukkan kepala dzakar ke dalam farji wanita yang tidak halal baginya (selain istri dan budak wanita yang dimiliki). Oleh karena itu, yang benar dalam hal ini adalah pelakunya hanya sebatas diberi ta’zir (hukuman) yang setimpal sebagai pelajaran dan peringatan baginya agar berhenti dari perbuatan maksiat tersebut. Pendapat ini adalah madzhab Hanabilah, dibenarkan oleh Al-Imam Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ Kitab Al-Hudud Bab At-Ta’zir dan difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da’imah yang diketuai oleh Al-Imam Ibnu Baz rahimahullahu dalam Fatawa Al-Lajnah (10/259).

·         Akibat Onani.
Dampak fisik onani sampai sekarang belum ditemukan efek yang membahayakan. ada yang mengatakan onani menyebabkan kemandulan, ejakulasi dini, impoten, dll itu semua hanyalah mitos.Onani seperti halnya melakukan hubungan intim, frekwensi pengeluaran sperma saat onani juga sama. Hanya yg membedakan tidak ada pemanasan.


Saat berhubungan badan, adanya pemanasan memberikan estimasi kekuatan yg terukur. Misalnya bangun pagi langsung mandi, tubuh akan terasa kaget. Mungkin hal ini bisa disamakan dengan onani. Dengan kondisi badan yg tidak fit, tapi hormon dikeluarkan secara paksa yg terjadi adalah badan langsung lemas. Capek, lemas, tapi sering onani disertai konsumsi gizi yg tidak cukup yg secara tidak langsung memberikan efek samping tersebut.

Yg benar benar dampak buruk onani adalah dampak psikis. Hal ini akibatnya sangat fatal. Bisa menimbulkan gangguan jiwa seperti fobia mendekati perempuan, merasa diri berdosa, cepat marah, dll. Bila dibiarkan terus menerus dapat menjadi permanen. Kondisi ini dialami juga oleh wanita. Bila pada pria kasus ini sering didapati pada usia yg masih remaja, pada wanita berbeda karena terjadi saat sudah dewasa. Mungkin karena tidak mendapat kepuasan dari suami, selalu lama mendapat orgasme. Sampai kasus frigid yakni tidak bergairah secara sexual.

Jadi dampak negatif onani lebih ke psikis dari pada fisik. Sehingga disarankan jangan terlalu sering onani. Biasakan jgn sering di dalam kamar, atau mengurung diri. Banyak aktifitas, seperti olahraga, bermusik, berkumpul dengan teman teman seprofesi, dll.

Kalau bisa diimbangi dengan olahraga dan makan bergizi. Pikiran sehat dan aktifitas bisa mengurangi onani. Dan walaupun hormon harus dikeluarkan, paling tidak kondisi badan masih fit, sehingga tidak mengganggu rutinitas keseharian anda

C.    KESIMPULAN
Kesimpulannya, masturbasi  dan onani adalah perbuatan haram, karena sudah ada dalil dari Al-qur’an yang jelas. Namun onani adalah maksiat yang wajib untuk dijauhi. Barangsiapa telah melakukannya hendaklah menjaga aibnya sebagai rahasia pribadinya dan hendaklah bertaubat serta memohon ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila urusannya terangkat ke mahkamah pengadilan, maka pihak hakim berwenang untuk memberi ta’zir (hukuman) yang setimpal, sebagai pelajaran dan peringatan baginya agar jera dari perbuatan hina tersebut. Wallahu a’lam
DAFTAR PUSTAKA


Al-qur’anul Karim, Al-mu’minun, 5-7.
Al-qura’nul Karim, Al-ma’arij, 29-31
Bukhori Imam, Shahih Bukhari, 4/106
Muslim Imam, Shahih Muslim, 1400


Tidak ada komentar:

Posting Komentar