Perpustakaan Ibnul Qoyyim Putra

Perpustakaan Ibnul Qoyyim Putra
Logo Perpustakaan

Perpustakaan

Surganya para pecinta buku, tempat menambah wawasan, membuka jendela dunia, tempat berbagi pengalaman, dan tempat having fun.

Dengan blog ini, kami mencoba berbagi pengetahuan dan pengalaman-pengalaman menarik yang kami alami di perpustakaan.

So, read it and find it out!! :D

Minggu, 13 Mei 2012

Hukum Memajang Foto


FATHUL KUTUB
HUKUM MEMAJANG FOTO atau LUKISAN dalam PANDANGAN
 AGAMA ISLAM






Disusun oleh :
MUHAMMAD BAGUS FURQONI
NIS : 206.103






A.    PENDAHULUAN

Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dll) yang di buat oleh manusia dengan coretan pensil maupun cat, Sering manusia tidak menyadari dengan apa yang di perbuatnya. Dizaman sekarang ini banyak dari kalangan manusia tidak mengetahui hukum- hukum yang sudah tertera dalam Al-quran maupun As-sunah menyangkut dengan lukisan maupun patung. Banyak dari kalangan manusia tidak mengetahui  hukum memasang gambar(makhluk yang bernyawa) atau patung, sebenarnya hal ini hal yang sepele tetapi dengan hal yang sepele tersebut akan membawa kita ke jalan yang sesat. Maka dari itu kita akan membahasnya apa hokum memajang foto, lukisandan patung.
Foto berbeda dengan lukisan dalam penggunaan medianya. Foto adalah menggambar objek dengan cahaya. Cahaya yang masuk lalu terekam di dalam kamera, kamera menyimpan cahaya, dan tampilan yang ada di dalam foto adalah persis seperti aslinya yang diciptakan oleh Allah SWT.
Memajang foto di dalam rumah yang bukan lukisan tangan sebagian ulama memubahkan / membolehkan selama yang dipajang bukanlah foto yang menjadi simbol pemujaan (syirik), mengandung maksiat, atau berakibat pada pemujaan. Foto yang digunakan untuk kepentingan administrasi seperti KTP, SIM, paspor, dan lain-lain juga masih dibolehkan. Sebab, foto bukanlah apa yang dimaksudkan dalam hadis-hadis yang menyebutkan masalah gambar. Foto tidak masuk kategori khalaqa kakhalqi ( menciptakan seperti ciptaan-Ku ) yang berakibat dimintakan untuk mendatangkan ruh bagi gambar makhluk tersebut.
Lukisan atau patung dalam kumpulan para ulama hukumnya haram, karena mereka para pelukis maupun pemahat menggunakan dengan tangannya, Dalam berbagai hadits dilarang bagi kita untuk memajang gambar makhluk bernyawa. Gambar yang terlarang dibawa ini adalah gambar manusia atau hewan, bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak memiliki ruh. Jika gambar tersebut memiliki kepala, maka diperintahkan untuk dihapus. Karena kepala itu adalah intinya sehingga gambar itu bisa dikatakan memiliki ruh atau nyawa. Agar lebih jelas mari kita perhatikan terlebih dahulu hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut.

B.     PEMBAHASAN

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
Artinya:
sesungguhnya Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106).  Dari hadis di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwasanya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah apabila di dalam rumah terdapat gambar maupun lukisan, yang mana gambar atau lukisan tersebut mengandung makhluk ciptaan Allah yang bernyawa(berruh). Rasulullah pernah menemukan Aisyah memasang tirai yang  bergambar di rumahnya. Setelah Rasulullah melihatnya langsung Rasulullah berdiri dan berwajah tidak seperti biyasanya. Setelah Aisyah mengetahui sikap Rasulallah, Aisyah pun langsung bertaubat.



Dan dari Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai, yang dimaksud hadist di atas kita diperintahkan untuk tidak menggambar makhluk yang bernyawa (manusia, binatang) karena kalau gambaran tersebut tidak dihapus akan dihidupkan dan disuruh pertanggung jawabannya.
وَلَا صُورَةً فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا
“Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ
“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad  1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini adalah lafazh Muslim). Dalam riwayat Muslim, yang di maksud hadis diatas adalah pelukis, karena pelukis membuat gambar yang mana gambar tersebut menyerupai apa yang dicipatakan sang maha kholik yaitu” bernyawa”.
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,
صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menunjukkan bahwa yang dimaksud gambar yang terlarang dipajang adalah gambar makhluk bernyawa (yang memiliki ruh) yaitu manusia dan hewan, tidak termasuk tumbuhan. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
C.    Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?” Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus adalah setiap gambar manusia atau hewan. Yang wajib dihapus adalah wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera), maka ini tidaklah mengapa, karena seperti itu bukanlah gambar dan hanya bagian dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa jika darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. yang jadi kaedah dikatakan darurat?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud adalah semisal gambar yang ada pada mata uang atau memang gambar tersebut adalah gambar ikutan yang tidak bisa tidak harus turut serta dibawa atau keringanan dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara kondisi darurat yang dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan gambar-gambar tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)
Penjelasan hukum dalam tulisan di atas semata-mata berdasarkan dalil dari sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar logika semata. Semoga Allah menganugerahkan sifat takwa sehingga bisa menjauhi setiap larangan dan mudah dalam melakukan kebaikan.

D.    KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas tersebut yang telah penulis jabarkan dapat diambil beberapa kesimpulan :
1.      Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dll) yang di buat oleh manusia dengan coretan pensil maupun cat, hal ini sudah hal yang biyasa  yang di lakukan oleh manusia, tetapi kebanyakan dari kalangan manusia tidak mengetahui apa bahaya dari gambar tersebut dan hukum memajang gambar (makhluk bernyawa).
2.      Hukum memajang lukisan dan patung, dari beberapa ulama mengatakan bahwasanya memajang lukisan dan patung hukumnya dilarang, karena malaikat tidak bisa masuk ke dalam rumah, dan hukum haram bagi para pelukis(makhluk bernyawa) dan para pemahat patung. Menggambar di perbolehkan tetapi gambaran tersebut tidak menyerupai seperti apa ciptaan sang kholik.

REFERENSI

Shohih bukhori jus 3 . Imam bukhori
Shoheh bukhori jus 5. Imam bukhori
 Shohih muslim jus 4. Imam muslim
Bahreisj,hussein. Hadits shahih bukhori muslim. Surabaya
Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no.33, 35
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3370-hukum-memajang-foto-makhluk-bernyawa.html


























1 komentar: