Kata Pengantar
Segala puja dan puji
bagi Allah SWT, Dzat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula salawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Amin.
Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan santri Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra khususnya kelas 6 KMI.
Saya menyusun makalah
ini berdasarkan kitab fiqih yang menganut madzhab syafi’i yang insya Allah bisa
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Kami berterima kasih kepada semua pihak
yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Kami menyadari dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Demikian pentingnya agenda
Fathul Kutub bagi santri, maka perlu diadakan makalah yang mampu merangsang
kreativitas para santri. Semoga kehadiran makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas belajar-mengajar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagai orang muslim kita harus mengetahui hukum-huku fiqih, khususnya
mengenai sholat. Karena sholat merupakan amal yang akan di hisab pertama kali,
selain itu juga merupakan tolak ukur bagi ibadah seseorang. Apabila sholat kita
baik maka semua amal ibadah kita akan menjadi baik pula.
Fenomena yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan kaum muslimin
Indonesia adalah manakala seorang sholat sunnah sendiri, misalnya sholat sunnah
ba'diyah, atau sholat fardlu sendiri kemudian datanglah seseorang yang
bermakmum kepadanya dengan menepuk pundak si mushalli pertama, sahkah sholat
seperti ini? Permasalahan ini dalam kitab fikih dibahas dengan judul perbedaan
niat imam dan makmum. Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara sholat
seperti itu.
Oleh karena itu kami mencoba untuk memaparkan penjelasannya supaya kita
bisa mengetahui hukum-hukum seputar sholat baik itu. Supaya sholat kita sesuai
dengan apa yang di sampaikan oleh Rosulullah SAW.
1.2 Permasalahan
1) Apa Sholat itu, dan apa
saja macamnya?
2) Apa hukum orang yang melaksanakan
shalat fardhu dengan makmum kepada orang yang mengerjakan shalat sunat?
3) Bagaimana jika imam dan makmum berbeda niat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sholat dan Macamnya
1.
Pengerrtian sholat
Sholat dalam arti bahasa adalah berdo’a, sedangkan menurut istilah adalah
beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan ucapan takbir dan di akhiri
dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
2.
Macam-macam sholat
Sholat itu terbagi
menjadi dua, yaitu: sholat fardhu ( wajib ), dan sholat sunnah
a) Sholat fardhu adalah
sholat yang di wajibkan bagi seluruh umat islam, seperti sholat lima waktu,
sholat jum’ah (bagi orang laki-laki), sholat jenazah dan sebagainya.
b) Sholat sunnah adalah
sholat yang di anjurkan untuk di kerjakan bagi seluruh umat islam.
Sholat sunnah ada lima, yaitu:
1) Sholat dua hari Raya (
Idul Fitri dan Idul Adha)
2) Shalat dua Gerhana (
Gerhana bulan dan matahari)
3) Sholat memohon hujan (
Istisqo’)
4) Sholat-sholat sunnah
yang mengikuti sholat fardhu yang biasa di sebut sholat sunnah rowatib
5) Tiga Sholat sunnah yang
di tekankan selain sholat sunnah rowatib, antara lain: Sholat Lail, Sholat
Dhuha, dan Sholat Tarawih.
B. Sholat jama’ah dengan
orang yang sedang solat sunnah
Hukumnya sah, karena telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa dalam suatu perjalanan beliau shalat dengan sekelompok
para sahabatnya, yaitu shalat khauf dua raka'at, kemudian beliau shalat lagi
dua raka'at dengan sekelompok lainnya, shalat beliau yang kedua adalah shalat
sunat. Disebutkan juga dalam Ash-Shahihain, dari Mu'adz Radhiyallahu 'anhu,
bahwa suatu ketika ia telah mengerjakan shalat Isya bersama Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, kemudian ia pergi lalu mengimami shalat fardu kaummnya,
shalat mereka adalah shalat fardhu, sedangkan shalat Mu'adz saat itu adalah
shalat sunnat [1].
C. Perbedaan niat antara
imam dan makmum
Pendapat pertama adalah madzhab Syafi'i mengatakan bahwa sah sholat jamaah dengan perbedaan
niat imam dan makmum secara mutlak. Jadi meskipun imam sholat sunnah dan makmum
sholat fardlu, imam sholat dhuhur dan makmum sholat ashar, imam sholat ada' dan
makmum sholat qadla, semuanya sah, asalkan format sholat imam dan makmum sama.
Kalau formatnya beda, maka tidak sah, seperti misalnya imam sholat gerhana dan
makmum sholat isya', maka tidak diperbolehkan. Madzhab Syafi'i ini merupakan
madzhab yang paling longgar.
Pendapat kedua adalah madzhab Maliki yang mengatakan tidak sah sholat imam
dan makmum yang berbeda niatnya, secara mutlak. Mereka yang sholat fradlu tidak
boleh bermakmum dengan imam yang sholat sunnah, begitu makmum sholat dhuhur
tidak sah bila imamnya sholat selain fardlu. Ini pendapat paling ketat.
Pendapat ketiga adalah madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa boleh orang
sholat sunnah di belakang imam yang sholat fardlu tapi tidak sebaliknya. Begitu
juga tidak sah sholat makmum yang berbeda dengan sholat imamnya meskipun
sama-sama fardlu.
Dalil-dalil:
Dalil pertama
1. Hadist riwayat Syafi'i dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah s.a.w. keluar untuk mendamaikan satu
persengketaan di Bani Sulaim, lalu beliau membagi sahabatnya menjadi dua
kelompok, kemudian beliau sholat mengimami dengan kelompok satu, kemudian
sholat lagi mengimami dikelompok kedua. Diriwayatkan itu sholat maghrib.
Sangat jelas pada hadist tersebut bahwa Rasulullah mengimami kelompok
kedua, padahal beliau telah sholat di kelompok pertama. Berarti sholat
Rasulullah sunnah dan sholat makmum fardlu.
2. Hadist riwayat Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Suatu hari Muadz
sholat bersama Rasulullah s.a.w. lalu ia datang ke kaumnya lalu ia mengimami
kaumnya sholat Isya' dengan membaca surat Baqarah, lalu seorang lelaki keluar
dari jamaah dan menyelesaikan sendiri sholatnya. Orang-orang pun menegurnya
"Apakah anda orang manafik?", iapun menjawab"Tidak, aku akan
adukan masalah ini kepada Rasulullah". Sesampai kepada Rasulullah, orang
itu berkata "Wahai Rasulullah, kami orang-orang bekerja siang, Muadz telah
mengimami kami sholat Isya' telah larut dan membaca surat Baqarah".
Ketika Rasulullah mendengar cerita itu, ditegurnya Muad'z "Apakah
angkau orang yang suka membuat fitnah? Mengapa tidak kau baca surat Sabbihis
dan Wallaili Idza Yaghsyaa".
Hadist ini juga menunjukkan perbedaan sholat imam dan makmum, dimana Muadz
telah sholat Isya bersama Rasulullah lalu menjadi imam di kaumnya. Bagi Muadz
sholat sunnah dan bagi kaumnya sholat fardlu.
3. Hadist riwayat Ahmad dll. Suatu hari Rasulullah s.a.w. sholat bersama
sahabatnya, selesai salam datanglah seorang lelaki ketinggalan lalu ia hendak
sholat sendiri, lalu Rasuullah bersabda "Siapa yang mau bersedekah dengan
orang ini dengan berjamaah dengannya".
Hadist ini juga menunjukkan sahnya sholat meskipun dengan perbedaan niat
antara makmum dan imam.
Imam Syafi'i menyimpulkan bahwa riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa perbedaan
niat sholat antara imam dan makmum tidak membatalkan sholat jamaah.
Dalil pendapat kedua dan ketiga:
Pendapat Imam Madzhab lain (Hanafi, maliki dan Hambali) yang
memang di syaratkan derajat sholat imam tidak boleh lebih rendah ketimbang
sholatnya makmum.....
ومن شروط
الإمامة أن لا يكون الإمام أدنى حالا من المأموم فلا يصح اقتداء مفترض بمتنفل إلا
عند الشافعية
Fiqh Alaa
madzaahib Al-Arba'ah I/664
ولا يضر
اختلاف نية الامام والمآموم لعدم فخش المخالفة فيهما.فيصح اقتداء المفترض بالمتنفل
والمؤدى بالقاضى وفي طاويلة بقصيرة كظهربصبح وبالعكوس لكنه مكروه ومع ذلك تحصل
فضيلة الجماعة قال : السويقى والكراهة لاتنقى الفضيلة .
Dan tidak
bahaya perbedaan niatnya imam dan makmum dalam shalat berjamaah karena tidak
adanya kenistaan ketidaksamaan didalamnya, karenanya sah makmumnya orang shalat
fardhu pada imam yang shalat sunat, makmum shalat ada’ pada imam shalat qadha
dan makmum shalat panjang seperti shalat dzuhur pada imam shalat pendek seperti
shalat shubuh dan sebaliknya hanya saja hukumnya makruh namun masih didapatkan
fadhilah berjamaah.
Berkata
as-Suwayqy “Kemakruhan tersebut tidak dapat menafikan fadhilah jamaah”
Hasyiyah al-Baajury
I/205, as-Syarqowi juz I/322Wallaahu A'lamu Bis Showaab
1. Hadist diriwayatkan Bukhari dan Muslim dll. Rasulullah s.a.w. bersabda
"Sesungguhnya dijadikan imam untuk diikuti, ketika ia takbir maka
takbirlah, ketika ruku' maka ruku'lah ketika sujud sujudlah, ketika ia sholat
berdiri maka berdirilah …
Hadist tersebut menegaskan bahwa makmum harus mengikuti imam, perbedaan
niat makmum menunjukkan sikap tidak mengikuti imam, maka tidak sah sholatnya.
2. Hadist riwayat Ashabus Sunan dari Barra' bin Azib, Rasulullah s.a.w.
bersabda "Janganlah kalian berbeda, maka berbedalah hati kalian,
sesungguhnyaAllah dan MalakatNya mendoakan para mushalli di shaf pertama".
Hadist ini melarang berbeda dalam melakukan sholat, baik pada shaf maupun
niat, maka perbedaan niat imam dan makmum menjadikan sholat tidak sah.
Imam Abu Hanifah nampak mencoba menggabung hadist-hadist di atas
secara tekstual, bahwa hanya makmum sholat sunnah boleh mengikuti imam yang
sholat fardlu seperti yang dicontohkan dalam hadist.
Bagi pengikut madzhab Syafi'i, ketika sholat sendiri kemudian merasa ada
makmum yang datang mengikutinya, hendaknya ia tidak menunggu makmum tersebut,
misalnya dengan memperpanjang bacaan dlsb, tapi hendaknya ia konsentrasi
penuh dengan sholatnya.
Bagi yang bermakmum kepada orang yang sholat sendiri atau sholat sunnah,
ada baiknya makmum menepuk pundak mushalli. Menepuk pundak mushally [orang yang
salat] adalah sebuah isyarat adanya seseorang yang hendak bermakmum kepadanya. agar
ia mendapatkan pahala berjamaah.
Untuk wanita yang ingin berjamaah dengan
seseorang yang masbuk, ia boleh menepuk pundak jika dirasa tidak menimbulkan
fitnah. Dan jika dirasa demikian, ia boleh memberi isyarat apapun yang dapat
dipahami oleh masbuk tsb. atau jika sulit, tak perlu ia memberi isyarat.
mengetahuinya imam akan adanya seseorang yang bermakmum kepadanya tidak
merupakan syarat sah-nya berjamaah. Ketentuan ini tidak untuk salat
Jum'at. Karena di antara syarat sahnya salat jumat adalah dilaksanakan secara
berjamaah. Pada salat Jum'at ini, imam harus berniat jamaah sejak takbiratul
ihram.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
1)
Sholat dalam arti bahas adalah berdo’a, sedangkan menurut istilah adalah
beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan ucapan takbir dan di akhiri
dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Sholat itu terbagi menjadi dua,
yaitu: sholat fardhu ( wajib ), dan sholat sunnah
2)
orang yang bermakmum kepada orang yang sedang
solat sunnah adalah sah-sah saja.
3)
Bagi yang bermakmum kepada orang yang sholat sendiri atau sholat sunnah,
ada baiknya makmum menepuk pundak mushalli. Menepuk pundak mushally [orang yang
salat] adalah sebuah isyarat adanya seseorang yang hendak bermakmum kepadanya. agar
ia mendapatkan pahala berjama’ah.
Oleh Fakhri Perdana Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar