A. Muqoddimah
Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan
petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan
kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran
kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada
selain Allah ta’ala.
Dia (Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam) membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut.
Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji, baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.
Persoalan hukum merokok merupakan salah satu di antara produk hukum hasil
ijtihad para ulama yang ditetapkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
kemaslahatan yang menjadi tujuan umum diberlakukannya syariat.
B.
Pembahasan
Secara eksplisit tidak ada dalil al-Qur’an, as-Sunnah maupun ijma ulama
tentang hukum asal merokok. Meskipun demikian, utnuk menentukan hukum merokok
dapat dilakukan dengan merujuk pada dalil al-Qur’an maupun as-Sunnah yang
bersifat umum. Di antara dalil al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan untuk
menetapkan larangan rokok adalah Surat al-Baqarah ayat 195 yang artinya, “Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”. Dari as-Sunnah di
antaranya hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Majah yang artinya, “tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membuat bahaya untuk orang lain”.
Juga hadis Nabi SAW yang melarang untuk menyia-nyiakan harta benda dan alokasi
harta pada hal yang tidak bermanfaat.
Dari penggunaan dalil yang bersifat umum itu terjadilah perbedaan pendapat
di kalangan ulama dalam menentukan status dilarangnya merokok. Apakah larangan
hukum merokok itu haram atau makruh atau yang lain seperti mubah. Kalau merokok
itu hukumnya sunnah atau bahkan wajib sepertinya tidak mungkin, meskipun ada
kaidah usul fiqh yang menyebutkan bahwa berlakunya hukum itu tergantung illat
atau alasannya.
Ulama yang berpendapat haram beralasan bahwa berdasarkan ayat al-Qur’an dan
as-Sunnah di atas tersirat makna bahwa merokok termasuk perbuatan menjatuhkan
diri ke dalam kebinasaan. Dan segala upaya yang mengarah kepada terjadinya
kebinasaan itu merupakan sesuatu yang haram dan oleh karenanya harus dicegah.
Merokok dapat dikategorikan sebagai perbuatan haram. Di samping berbahaya bagi
diri sendiri (merusak kesehatan dan mengancam keselamatan jiwa seseorang),
merokok juga membahayakan bagi orang lain dan lingkungan yang harus dihindari.
Merokok juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan menghamburkan uang untuk
sesuatu yang tidak memiliki nilai manfaat. Padahal penghamburan uang itu
sesuatu yang dilarang dalam agama.
Ada beberapa aspek yang masing-masing bisa berhubungan dengan hukum
diharamkannya merokok, diantaranya sebagai berikut :
1. Baunya yang tidak enak
merugikan orang lain yang tidak memakainya, terlebih bila dipakai di
tempat-tempat shalat dan semacamnya. Bau ini juga menyakiti para malaikat yang
dimuliakan. Al-Bukhari dan muslim meriwayatkan sebuah hadist marfu’ dari
jalur jabir radhiyallahu ‘anhu
من اكل بصلا و ثوما فليعتزل مسجدنا و ليقعد فى بيته
Barang siapa makan bawang merah atau bawang putih maka hendaklah dia
menjauh dari masjid kami, dan henaknya dia tinggal dirumahnya
Kita tahu bahwa rokok tidak lebih baik dari bau bawang merah. Dalam shahih
Al-bukhari dan shahih muslim juga disebutkan hadist riwayat jabir bin
Abdullah radhiyallahu ‘anhu,
انّ الملاءكة تتاءذّى ممّا يتأذّى منه الإنسان
Sesungguhnya para malaikat akan tersakiti karena sesuatu yang juga
menyebabkan manusia tersakiti
Juga hadist nabi nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Barang siapa yang menyakiti seorang muslim, maka dia talah menyakitiku. Dan
barang siapa menyakitiku, maka dia telah menyakiti Allah.
2. Rokok adalah sesuatu
yang tidak baik dan menurut orang yang berakal sehat, rokok termasuk salah satu
hal yang buruk. Allah berfirman memberikan ciri-ciri Rasulullah.
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk. (QS. Al-A’raf(17) :
157)
Sisi buruk rokok adalah karena rasanya yang pahit dan baunya tidak enak.
3. Merokok berarti
meniadakan aturan untuk mengatur pengeluaran. Membeli benda yang tidak baik ini
merupakan bentuk pemborosan. Ada beberapa ayat Al-qur’an yang menjelaskan
tentang cara mengatur keuangan, yakni tidak berlaku boros dan terlalu kikir.
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan) itu di tengah-tengah antara
yang demikian. (QS. Al-Furqan (25)
:67)
Dalam surat Al-Isra’, Allah menurunkan tiga ayat yang berisi seruan untuk
tidak berlaku boros, dan ayat inin juga menjadikan para pelaku sama
kedudukannya dengan setan, sedang setan adalah ingkar terhadap tuhannya
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburan hartamu secara boros. Sesunguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ (17) : 26-27)
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu tebelenggu paa lehermu dan jangnlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS. Al-Isar’ (17) : 29)
Pemborosan adalah apabila manusia membelanjakan hartanya tidak untuk
ketaatan dan tidak untuk sesuatu yang bermanfaat. Maka kemanfaatan apakah yang
didapat dari sepuntung rokok?
Meskipun Allah telah menetapkan kemanfaatan di dalamnya, namun bahayanya
berlipat dari kemanfaatan itu. Dan sesuatu yang bahayanya lebih besar daripada
manfaatnya adalah haram.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan jangnalah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqoroh (2) :195)
4. Sebuah maslahat
menuntut diharamkannya merokok, demi menjaga hal yang menjadi sasaran syara’
dalam melindungi nyawa, kesehatan dan harta.
5. Syaikh Ahmad bin Hajar,
keluarga Wathami Al-Ban’ali mengatakan, “rokok adalah muftir , dan dalam hadist
yang diriwayatkan oleh ummu Salamah dikatakan bahwa Rasulullah SAW melarang
segala yang memabukkan dan muftir.
Sedangkan ulama yang
berpendapat makruh atau bahkan mubah beralasan bahwa ayat al-Qur’an maupun
as-Sunnah yang bersifat umum tidak dapat dijadikan sebagai dalil utama
diharamkannya merokok. Pelarangan merokok tidak dapat disamakan dengan minuman
keras yang ketentuan hukumnya terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Untuk itu
terlalu jauh dan berlebihan jika menetapkan hukum haram pada perbuatan merokok.
Dari kedua pendapat di
atas, secara umum para ulama berpendapat bahwa merokok itu merupakan perbuatan
yang dilarang. Hanya saja penetapan kadar larangannya itu berbeda. Perbedaan
tentang hukum merokok ini tentu harus dilihat dari aspek manfaat (maslahah) maupun
madarat yang diakibatkan oleh merokok. Dalam kaitan inilah, para ulama Usul
Fiqh menetapkan 5 hal pokok yang harus dipelihara dalam kehidupan umat manusia.
Lima hal pokok itu adalah; memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal,
memelihara kehormatan (harga diri/keturunan) dan memelihara harta benda. Segala
perbuatan yang memiliki potensi mengganggu lima hal pokok yang merupakan
prinsip kemaslahatan itu harus dihindari.
Jika dilihat dari aspek
manfaat maupun madaratnya dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan di atas,
merokok termasuk perbuatan yang dapat mengancam keterpeliharaan jiwa dan harta
benda seseorang. Merokok dapat mengganggu kesehatan yang dapat berakibat
munculnya berbagai macam penyakit dalam yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian.
Merokok juga mengancam keterpeliharaan harta benda. Lebih-lebih bagi orang yang
miskin. Kebutuhan yang bersifat primer seperti pangan, sandang maupun papan
menjadi tidak terpenuhi karena uang sedikit yang dimiliki digunakan untuk
membeli rokok yang “sangat bukan” kebutuhan primer. Akan jauh lebih bermanfaat
apabila uang sedikit yang dimiliki itu ditabung untuk kehidupan masa depan atau
disadaqahkan atau dibelanjakan untuk kegiatan ekonomi yang bersifat produktif.
Memang, bagi sebagian orang merokok itu ada manfaatnya. Tetapi jujur saja bahwa
madaratnya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Jika sudah diketahui bahwa
aspek madarat merokok lebih besar daripada aspek manfaatnya, maka kebiasaan
merokok sebaiknya ditinggalkan. Inilah kesimpulan hukum mengenai larangan
merokok. Bahkan kalau ternyata bahwa akibat merokok itu membuat keadaan lebih
buruk bagi kelompok tertentu seperti bagi ibu hamil dan anak-anak di bawah
umur, tingkat pelarangan merokok itu perlu semakin keras sehingga tidak
mengherankan bila Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan hukum haram.
Demikian pula jika kebiasaan merokok itu mengganggu orang lain dan lingkungan,
misalnya dengan merokok di tempat umum, pemerintah dapat membuat regulasi
tentang kawasan atau daerah bebas rokok karena pemerintah juga bertanggungjawab
atas terciptanya keselamatan dan kesehatan warga masyarakat dan lingkungan. Hal
ini juga sesuai dengan ajaran agama karena bumi yang kita diami, termasuk
lingkungan sekitar kita harus dijaga kebersihan dan kesehatannya.
C. Kesimpulan
Mayoritas ulama sepakat bahwa merokok termasuk perbuatan yang dilarang.
Hanya saja terjadi perbedaan tentang kepastian larangan itu, makruh atau haram.
Sebagai seorang muslim, sikap kita terhadap perbuatan yang dilarang, baik
makruh maupun (lebih-lebih) yang haram sudah seharusnya ditinggalkan. Sebab, di
balik larangan itu pasti terdapat hikmah besar yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan umat manusia. Demikian juga tentang hukum merokok. Terlepas dari
makruh ataupun haram, yang jelas merokok merugikan kesehatan dan keuangan,
mengancam keselamatan jiwa seseorang dan merusak lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Husain Juhar,Ahmad Al-mursi.2009.Maqhasid Syariah, Jakarta.
Amzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar