FATHUL KUTUB
HUKUM MEMAJANG FOTO
atau LUKISAN dalam PANDANGAN
AGAMA ISLAM
Disusun oleh :
MUHAMMAD BAGUS FURQONI
NIS : 206.103
A. PENDAHULUAN
Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dll) yang di buat
oleh manusia dengan coretan pensil maupun cat, Sering manusia tidak menyadari
dengan apa yang di perbuatnya. Dizaman sekarang ini banyak dari kalangan manusia tidak
mengetahui hukum- hukum yang sudah tertera dalam Al-quran maupun As-sunah menyangkut
dengan lukisan maupun patung. Banyak dari kalangan manusia tidak mengetahui hukum memasang gambar(makhluk yang bernyawa)
atau patung, sebenarnya hal ini hal yang sepele tetapi dengan hal yang sepele
tersebut akan membawa kita ke jalan yang sesat. Maka dari itu kita akan membahasnya
apa hokum memajang foto, lukisandan
patung.
Foto berbeda
dengan lukisan dalam penggunaan medianya. Foto adalah menggambar objek dengan
cahaya. Cahaya yang masuk lalu terekam di dalam kamera, kamera menyimpan
cahaya, dan tampilan yang ada di dalam foto adalah persis seperti aslinya yang
diciptakan oleh Allah SWT.
Memajang foto
di dalam rumah yang bukan lukisan tangan sebagian ulama memubahkan /
membolehkan selama yang dipajang bukanlah foto yang menjadi simbol pemujaan (syirik),
mengandung maksiat, atau berakibat pada pemujaan. Foto yang digunakan untuk
kepentingan administrasi seperti KTP, SIM, paspor, dan lain-lain juga masih
dibolehkan. Sebab, foto bukanlah apa yang dimaksudkan dalam hadis-hadis yang
menyebutkan masalah gambar. Foto tidak masuk kategori khalaqa kakhalqi
( menciptakan seperti ciptaan-Ku ) yang berakibat dimintakan untuk mendatangkan
ruh bagi gambar makhluk tersebut.
Lukisan atau
patung dalam kumpulan para ulama hukumnya haram, karena mereka para
pelukis maupun pemahat menggunakan dengan tangannya, Dalam berbagai hadits dilarang bagi
kita untuk memajang gambar makhluk bernyawa. Gambar yang terlarang dibawa ini
adalah gambar manusia atau hewan, bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya
yang tidak memiliki ruh. Jika gambar tersebut memiliki kepala, maka
diperintahkan untuk dihapus. Karena kepala itu adalah intinya sehingga gambar
itu bisa dikatakan memiliki ruh atau nyawa. Agar lebih jelas mari kita perhatikan terlebih dahulu
hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut.
B.
PEMBAHASAN
Dalam hadits muttafaqun
‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ
الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
Artinya:
”sesungguhnya Para malaikat tidak akan
masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup
bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106). Dari hadis di atas kita
dapat mengambil kesimpulan bahwasanya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah
apabila di dalam rumah terdapat gambar maupun lukisan, yang mana gambar atau
lukisan tersebut mengandung makhluk ciptaan Allah yang bernyawa(berruh).
Rasulullah pernah menemukan Aisyah memasang tirai yang bergambar di rumahnya. Setelah Rasulullah
melihatnya langsung Rasulullah berdiri dan berwajah tidak seperti biyasanya.
Setelah Aisyah mengetahui sikap Rasulallah, Aisyah pun langsung bertaubat.
Dan dari Hadits Jabir radhiyallahu
‘anhu dia berkata:
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم
عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk
membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini
hasan shahih)
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَنْ لاَ
تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Jangan kamu membiarkan ada
gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau
meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai, yang dimaksud
hadist di atas kita diperintahkan untuk tidak menggambar makhluk yang bernyawa
(manusia, binatang) karena kalau gambaran tersebut tidak dihapus akan
dihidupkan dan disuruh pertanggung jawabannya.
وَلَا صُورَةً
فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا
“Dan tidak pula gambar di
dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ
لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ
قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ
“Bahwa tatkala Nabi melihat
gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau
memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim
dan Ismail ‘alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib),
maka beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya
tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR.
Ahmad 1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih
sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari Muslim
selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari).
‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke
rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya
terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah
(marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ
أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ
اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang
paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan
makhluk Allah.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini adalah
lafazh Muslim). Dalam riwayat Muslim, yang di maksud hadis diatas adalah
pelukis, karena pelukis membuat gambar yang mana gambar tersebut menyerupai apa
yang dicipatakan sang maha kholik yaitu” bernyawa”.
أَنَّهَا
نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ
، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai
yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya.
Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal
darinya.”
Dari Ali radhiyallahu anhu,
dia berkata,
صَنَعْتُ
طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى
سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا
فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Saya membuat makanan lalu
mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang. Ketika beliau
datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka
beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan
masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai
no. 5351. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : «
ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ
فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا
مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril ‘alaihis salam
meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab,
“Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar.
Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya
sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk
rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menunjukkan bahwa yang
dimaksud gambar yang terlarang dipajang adalah gambar makhluk bernyawa (yang
memiliki ruh) yaitu manusia dan hewan, tidak termasuk tumbuhan. Sisi
pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan agar bagian kepala dari gambar tersebut
dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan
hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala
tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ
الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala,
jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR.
Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As
Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
C. Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa
Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau
jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?” Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti
dihapus adalah setiap gambar manusia atau hewan. Yang wajib dihapus adalah
wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih tersisa.
Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan bintang, maka ini
gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar mata
saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera), maka ini tidaklah mengapa,
karena seperti itu bukanlah gambar dan hanya bagian dari gambar, bukan gambar
secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)
Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam
kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa jika
darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau
katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. yang jadi kaedah
dikatakan darurat?”
Syaikh rahimahullah menjawab,
“Darurat yang dimaksud adalah semisal gambar yang ada pada mata uang atau
memang gambar tersebut adalah gambar ikutan yang tidak bisa tidak harus turut
serta dibawa atau keringanan dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara
kondisi darurat yang dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan
gambar-gambar tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu.
Bahkan gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud
mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)
Penjelasan
hukum dalam tulisan di atas semata-mata berdasarkan dalil dari sabda Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar logika
semata. Semoga Allah menganugerahkan sifat takwa sehingga bisa menjauhi setiap
larangan dan mudah dalam melakukan kebaikan.
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas tersebut
yang telah penulis jabarkan dapat diambil beberapa kesimpulan :
1. Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dll) yang di buat
oleh manusia dengan coretan pensil maupun cat, hal ini sudah hal yang biyasa yang di lakukan oleh manusia, tetapi
kebanyakan dari kalangan manusia tidak mengetahui apa bahaya dari gambar
tersebut dan hukum memajang gambar (makhluk bernyawa).
2. Hukum memajang
lukisan dan patung, dari beberapa ulama mengatakan bahwasanya memajang lukisan
dan patung hukumnya dilarang, karena malaikat tidak bisa masuk ke dalam rumah,
dan hukum haram bagi para pelukis(makhluk bernyawa) dan para pemahat patung.
Menggambar di perbolehkan tetapi gambaran tersebut tidak menyerupai seperti apa
ciptaan sang kholik.
REFERENSI
Shohih bukhori jus 3 . Imam
bukhori
Shoheh
bukhori jus 5. Imam bukhori
Shohih muslim jus 4. Imam
muslim
Bahreisj,hussein.
Hadits shahih bukhori muslim. Surabaya
Liqo’ Al Bab Al Maftuh,
kaset no.33, 35
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3370-hukum-memajang-foto-makhluk-bernyawa.html
sebaiknya dihindari memajang foto makhluk bernyawa
BalasHapus